Sultan Sepuh Cirebon Bawa Peta Rincik 1811 ke Polresta: Bela Hak Tanah Rakyat Adat dari Dugaan Kriminalisasi

YOGYAKARTAPOS.COM — Ketua Umum Dewan Adat Nasional Republik Indonesia (DAN-RI) sekaligus Dewan Pembina Setya Kita Pancasila (SKP), Sultan Sepuh Jaenudin II Arianatareja Syarif Maulana Pangeran Heru Rusyamsi Arianatareja, S.Psi., M.H., tampil di Polresta Cirebon untuk membela rakyat adat Kesultanan Cirebon.

Dalam kunjungannya, Sultan membawa pusaka bersejarah berupa Peta Rincik tahun 1811 dan 1857 sebagai bukti sah kepemilikan tanah Kesultanan.

Peta kuno tersebut menjadi dasar hak ulayat Kesultanan sekaligus bukti kuat bahwa masyarakat adat telah menempati wilayah tersebut secara turun-temurun jauh sebelum terbentuknya pemerintahan desa modern.

Langkah ini diambil setelah muncul tuduhan terhadap masyarakat adat atas dugaan penggelapan benda tidak bergerak dan penyerobotan tanah berdasarkan Pasal 385 KUHP dan Pasal 167 KUHP.

Menurut Sultan Sepuh, tuduhan tersebut tidak memiliki dasar hukum yang kuat karena data sejarah dan dokumen tanah membuktikan bahwa wilayah yang disengketakan merupakan bagian dari tanah Kesultanan Cirebon.

“Rakyat adat Cirebon memiliki hak turun-temurun yang sah atas tanahnya, sesuai bukti pusaka Kesultanan yang masih tersimpan hingga kini,” tegas Sultan Sepuh.

Kehadiran Sultan di Polresta Cirebon juga menjadi simbol pembelaan terhadap hak-hak rakyat adat yang kerap terpinggirkan. Ia menegaskan bahwa keberadaan masyarakat adat tidak dapat dipisahkan dari sejarah Kesultanan karena mereka merupakan bagian dari warisan budaya dan kedaulatan tradisional yang dilindungi negara.

Dalam wawancara usai memberikan keterangan di Polres, Sultan Sepuh juga menyampaikan ucapan selamat ulang tahun kepada Kapolresta Cirebon, AKBP Sumarni.

“Semoga sehat selalu, panjang umur, dan amanah memimpin di Cirebon. Benar katakan benar, salah katakan salah. Jangan ada pembenaran dari kesalahan. Wish all the best,” ujarnya.

Sultan kemudian menyoroti adanya laporan terhadap oknum kepala desa yang memidanakan rakyatnya sendiri dalam sengketa tanah adat.

“Ini aneh. Kepala desa seharusnya melindungi masyarakat, bukan mempidanakan mereka. Tanah yang dia akui sebagai milik desa sebenarnya tanah ulayat Kesultanan,” tegasnya.

Ia menunjukkan Peta Rincik 1811 dan 1857 serta SK Keresidenan Cirebon tahun 1937 sebagai bukti kuat kepemilikan.

Sultan Sepuh mengingatkan seluruh kepala desa agar tidak menyalahgunakan wewenang atas tanah adat. Ia menegaskan bahwa tanah Kesultanan tidak boleh diperjualbelikan atau disewakan untuk kepentingan pribadi.

Menurutnya, seluruh aset Kesultanan sedang diinventarisasi untuk mendukung program Swasembada dan Ketahanan Pangan nasional.

Secara khusus, Sultan memperingatkan Kepala Desa Kedung Bunder, Kecamatan Gempol, Kabupaten Cirebon yang diduga terlibat penyewaan lahan Kesultanan untuk keuntungan pribadi.

“Kami punya bukti aliran dana hasil sewa lahan ke rekening pribadi, bukan rekening desa. Kalau tidak berhenti, saya akan gugat balik. Ini pidana. Jangan zalim di tanah Kanjeng Sunan, tanah Cirebon,” tegasnya.

Ia juga meminta KPK, Kejaksaan, dan Kepolisian untuk turun tangan memeriksa manajemen Desa Kedung Bunder dan memastikan tidak ada penyalahgunaan dana hasil sewa tanah Kesultanan. “Tanah-tanah Kesultanan Cirebon harus diselamatkan demi kepentingan masyarakat,” ujarnya.

Menutup pernyataannya, Sultan berharap Polresta Cirebon tetap menjadi benteng keadilan bagi rakyat. “Saya berharap Polresta Cirebon bisa menegakkan kebenaran, melindungi yang benar, dan menindak yang salah. Semoga keadilan berpihak kepada rakyat adat,” ucapnya penuh harap.

Sementara itu, Humas Setya Kita Pancasila (SKP), Sandy Tumiwa, S.H., menyebut langkah Sultan Sepuh sebagai bentuk nyata keberpihakan terhadap rakyat adat. “Ini bukan sekadar pembelaan hukum, tapi juga pembelaan terhadap nilai-nilai sejarah dan adat yang menjadi dasar keberadaan masyarakat Kesultanan Cirebon,” kata Sandy.

Kasus ini kini menjadi sorotan publik nasional, karena menyangkut hak ulayat, sejarah, dan warisan budaya Kesultanan Cirebon yang memiliki nilai historis tinggi bagi masyarakat Jawa Barat.***

Share

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *